Sabtu, 11 Desember 2010

Indah


Keindahan adalah : Kata-kata, perbuatan dan senyum, yang lembut dan sederhana.
Keelokan adalah : Hati yang seimbang, tertib, dan terpelihara.

Sabtu, 09 Oktober 2010

Mengalami


Ketika aku renungkan bahwa seisi alam tidak ada yang abadi, dan kehidupanku sendiri akan ada akhirnya,
lalu,
hal yang mungkin kurasakan paling bernilai dalam kehidupanku ini adalah 'mengalaminya'.

Mengalami kehidupan ini sangat tidak ternilai.

Ketika merenungkan, mengalami ada Engkau dikehidupanku, aku tidak tahu, apakah aku mau tersenyum atau menangis mengenangnya.

Sabtu, 11 September 2010

Idul Fitri


Kekasihku

Kata-kataku jauh dari halus. Sehalus apapun aku berucap, akan ada suara yang melukai hatimu.

Bijaksana, sungguh sebuah kata yang sangat asing bagiku. Sebijak apapun aku bertindak, justru ketidakbijakan yang sering merusak rasa riangmu.

Jiwamu terusik, hatimu masgul. Karena salah dan khilaf tidak pernah lepas dari laku dan kata ku.

Sedalam apapun aku berusaha, hatiku tak kan mampu memahami isi hatimu. Apalagi melihat akibat kata dan bekas luka yang kubuat. Mungkin, akan hanya tinggal sesal yang akan memberatkan hatiku.

Kalau ada kuperoleh kegembiraan hari ini, yang akan menenangkanku, itu karena hatimu yang memaafkanku.

Iya, Sayangku

Dengan hati yang mengharu biru ini, aku Mohon Maaf atas semua hal yang mengusik kebersahajaanmu.

Maafkan aku ya, Sayang.

Senin, 08 Maret 2010

Seputar Muria


Entah dimana aku mendengarnya.

'Berkata dengan rasa.'
'Mendengar dengan hati.'

Mungkin disini.

'Menara Kudus'



Atau disini.

'Masjid Demak'


Lupa.

Sabtu, 20 Februari 2010

Pita Penggaduh



Kedengarannya seperti di negara tetangga. Tapi ini di Bali, di sekitar lingkungan Fakultas Sastra, Universitas Udayana.

Polisi tidur yang tipis seperti pita diatur berjajar untuk mengejutkan pengendara agar berhati-hati.

Di jalan toll juga ada. Biasanya menjelang pintu toll.


Kalau ada kegaduhan yang membangunkan pengendara yang ngantuk setengah tidur, itulah dia Pita Penggaduh.

Mushalla Di Terminal Bis Sampit

Mushalla Terminal Sampit

Di pojok terminal bus Sampit ada mushalla kecil. Maghrib-nya ada jamaah kecil sekitar sepuluh orang. Tetapi jamaah di sini, kelihatannya, menikmati shalat dengan wirid-wirid setelahnya yang khas umum di serata Indonesia : membaca surat-surat al-Quran, ayat-ayat khusus dan asma Allah. Bacaan yang lazim juga dibacakan pada awal bacaan saat tahlilan yang umum. Kemudian imam mempersilakan salah seorang makmum memimpin pembacaan do’a-do’a umum, biasanya pula ada makmum yang khusus malakukan tugas itu, kemudian ada bacaan surat dan fatihah dilanjutkan lagi dengan pembacaan do’a, dipimpin langsung oleh imam sendiri, dengan do’a yang lebih singkat.


Masya Allah.

Pak Haji Anwar Diambil Orang

Pak Anwar diambil Orang.

Ketika saya menanyakan dimana keberadaan Pak Haji Anwar. “Pak Haji diambil orang”, katanya. Tapi, meski tegas, nadanya biasa-biasa aja. Bagi telinga saya terdengar asing, tapi, pasti jawaban itu bukan ‘diambil’ yang saya maksud. Ya bukan. Mesti sesuatu yang lain.

Dengan sedikit membaca suasana dipastikan Pak Haji Anwar dijemput oleh seseorang untuk menghadiri acara selamatan di rumah seseorang itu. Tapi dijemput disini adalah pengertian undangan dalam bahasa agak sastera. Bukan berarti dijemput dalam pengertian bahasa media yang umum berarti “Diambil aparat”, “Dijemput orang ‘tak dikenal’”.

Jadi Pak Haji Anwar yang diambil orang itu sebetulnya, kita semua maklum, tidak “Diambil aparat”, tidak juga “Dijemput orang ‘tak dikenal’”. Dia di Sampit sedang membaca do’a keselamatan bagi kita semua. Amin.

Sore : Beting Sampit

Bagi anak-anak.

Mandi sore, sesungguhnya, dan itu seharusnya, merupakan bagian hari yang sangat menyenangkan.



Mereka akan lebih menyadari hal itu. Tapi nanti, setelah senja diri.

Si Pian Di Palangkaraya

Pian Palangkaraya

Di serata Kalimantan Tengah, dalam bahasa sehari-hari saya dipanggil orang dengan nama : “Pian”.

Agak kaget juga, kok nama saya Pian?

“Pian mau kemana?”. “Pian makan apa?. Itu sapaan yang umum. Tukang ojek, supir oplet, sampai pedagang makanan.

Iya, Pian. Pian, rupanya, singkatan dari “Sampean”. Saudara, anda, sama saja. Kalau di Makassar mungkin sama dengan “Boss”.

Sampean dengan “e” dibaca mendekati suara “i”. Selayaknya kebalikan bagi kata Indonesia yang “i” nya dibunyikan mendekati “e”, Endonesia. Lalu Sampian tadi disingkat lagi menjadi Pian.

“Ya”, jawab saya pada tukang ojek, “saya bukan Pian, Pian bisa antar saya ke terminal nggak.”

Cerita : Tukang Ojek Sampit

Tukang Ojek Sampit

Sepanjang pesisir Kalimantan Tengah, kata dia, tukang ojek itu, semua orang asli adalah masyarakat dayak, mereka yang bermukim di sepanjang tepian sungai-sungai, mulai dari sungai Lamandau di sebelah barat hingga Barito di sebelah timur

Dia sendiri katanya ada darah dayaknya.

Dayak di sebalah barat rada gelap kulitnya, kalau dayak yang banyak kuning/putihnya yang gadisnya cukup terkenal itu ada di kawasan timur laut, hulu Barito.

Lalu, cerita minyak dayak. Minyak Dayak katanya, jika digosokkan pada alis mata, sekaligus dengan jari tengah dan jempol dari pusat kening ke arah pelipis. Niscaya orang tersebut akan dirasuk keinginan membunuh. Jika tidak segera membunuh sesorang ia akan menderita gatal-gatal pada seluruh tubuhnya. Gatal yang amat sangat, bahkan akan dapat membuat daging-daging yang melekat di sekujur tubuh terurai oleh penyakit itu. Maka membunuhlah.

Apabila sasaran yang dituju ada dalam serombongan atau kelompok orang, ia akan mampu membedakan sasaran dari orang lainnya kerumunan tersebut. Katanya lagi, dibedakan dari baunya, sesetengahnya lagi mengatakan dari penglihatannya. Ia akan melihat sasaran seolah-olah seekor sapi.

Kalau sasaran bersembunyi di semak-semak atau kebun atau ladang. Maka ia akan menaburkan beras kunyit, sambil memanggil-manggil sasaran, seperti petani akan memberikan makan ayam peliharaannya : “kuur, kuur, kuur.” Memanggil jiwa, katanya. Maka sasarn akan segera mendatangi pemanggil, datang segera dari tempat persembunyiannya.

Awalnya, kata sang ojek : “Ada spanduk mengklaim kota ‘Sampit’ sabagai kota kedua mereka. Dengan kekuatan-kekuatan yang mempersulit kehidupan masyarakat setempat.”

Hotel Rama yang sekarang berganti nama menjadi Hotel Asoka, menjadi tempat pusat kejadian-kejadian termasuk hutan kota di sekitar alun-alun Sampit. Beting sungai sepanjang jalan dari Arah Hotel Asoka ke arah utara, hingga Bandara H Asan, juga menjadi saksi bisu huru-hara awal 2000.

Hingga kini jalur ini terkesan tenang meski bagi sebagian orang sangat penuh kepedihan.

Yang jelas kata sang tukang ojek lagi : “Orang-orang yang kaya dapat segera menyelamatkan diri, tinggallah mereka yang tergolong miskin dan anak-anak yang tidak berdosa yang banyak menanggung penderitaannya.”

Saat ini, semuanya biasa-biasa saja. Hanya, kurang enak menceritakan hal-hal itu. Sangat perit, meski bagi seorang dayak tukang ojek sekalipun. Tapi begitupun, ojek semestinya harus jalan terus kata sang tukang ojek berfilsafat.

Sumber : Tukang ojek Sampit.
Lokasi : Terminal Sampit

Tak Bergeming

Tak Bergeming

Kita tahu ada beberapa yang senang mengungkapkan dengan kata-kata : ”Tak bergeming,” untuk yang, menurut Kamus, seharusnya : “Bergeming.”

Bahasa adalah rasa kata-kata.
Jadi rasa bahasalah yang menjadi tekanan dalam pengucapan kata.
Mengucapkan : “Tak bergeming”, rasanya pas dan cukup banyak digunakan, dan Kamus mengatakan bergeming-lah yang benar.

Kata ‘alih-alih’ dalam posting Kelana Bahasa terdahulu memiliki rasa keterkejutan dan Kamus mengatakan, tidak usah terkejut, itu berarti kebalikannya.

Begitulah, ada unsur penghapusan lema dalam Kamus, satu contoh akan ditiadakannya kata “Perhati”. Pemutakhiran, perubahan, pengurangan dan penambahan, adalah hal yang biasa dalam bahasa.

Pada akhirnya, para penyusun Kamus, yang, mungkin, biasanya mengamati penggunaan kata-kata pada berbagai media, dapat menentukan mana yang benar dan mana yang salah dengan berbagai keahliannya. Namun, pengguna bahasa, kadang-kadang, menggunakan apa yang mereka rasa benar hanya dengan rasa.

Jika bahasa adalah rasa kata-kata. Tentu akan kita makan tanpa memikirkan arti kata yang sebenarnya : “Mak nyusss.”

Seharusnya masakan yang enaklah yang akan sering dikonsumsi. Lagipula, bukankah dalam hukum bahasa banyak ditemukan berbagai pengecualian yang dibolehkan, atau diperbolehkan.

Lalu, kita lanjut, ke Kelana Bahasa berikutnya.

Peace Man!


Hari ini, 24 Maret, lima puluh tahun yang lalu, katanya, dicetuskan logo sekaligus slogan "PEACE".


Katanya lagi, logo itu berasal dari silhuet pembawa bendera semaphore yang menggambarkan dua huruf D dan N. Singkatan dari dua kata 'Disarmament' dan 'Now'. Digabungkan dalam satu lingkaran dan diteriaki : "PEACE"




Ok. Peace Man!



Bener lho.

Damai dibumi.

Jalan Raya Pos (Groote Postweg)

Disarikan dari :
Warisan Daendels di Pesisir Jawa. Oleh IGG Maha Adi. National Gegraphic Indonesia, November 2006. hal 104-115.

Herman Willem Daendels mendarat di Anyer 5 Januari 1808. Sebagai bagian dari salah satu tugasnya mempertahankan Jawa dari serbuan Inggris, ia memerintahkan pelebaran jalan di utara pulau Jawa.

Ruas jalan Anyer Cilegon ruas pertama yang dilebarkan hingga 7 meter.

Dari Cilegon membelok ke timur laut menuju alun-alun bekas Istana Sorosowan, Banten Lama.Banten Lama, Serang, Tangerang.

Daan Mogot, Pangeran Tubagus Angke, Gadjah Mada/Hayam Wuruk, Harmoni.

Weltrevreden (Gambir)
Waterlooplein (Lapangan Banteng)
Istana Weltervreden (RSPAD Gatot Subroto)
Asrama Tentara (Hotel Borobudur)
Koningsplein (taman raja, Lapangan Monas), dapat menampung 70.000 tentara berlatih.
Kantor baru di utara Lapangan Banteng (jadi Gedung Departemen Keuangan).
Gereja katolik pertama di Jakarta (terbakar pada kebakaran besar tahun 1828).
Senen, Manggarai.
Meester Cornelis (Jatinegara) barak, gudang senjata, pusat pendidikan militer.
Pusat artileri (Penjara Wanita Bukit Duri)
Palmeriam.

Depok, Cibinong, Bogor (Jl Raya Pajajaran) melalui kawasan Warung Jambu, Baranangsiang Tajur.

Daendels tinggal di Istana Gubernur Jenderal (Istana Bogor) dan memperluasnya.

Megamendung, perkebunan the milik Riemsdijk.

Jalur sulit. Di ruas Megamendung 500 pekerja tewas, tulis Nicolaus Engelhard (salah satu mantan Gubernur Jawa).

Cianjur, Padalarang, Bandung.

Tidak melewati ibukota Bandung.
Daendels memerintahkan Adipati Wiranatakusumah (penguasa Bandung) agar memindahkan ibukota Bandung yang ada di Krapyak (10 tahun di selatan) ke Kilometer 0, di depan Gedung Bina Marga, Jl Asia Afrika.

Jl Asia Afrika, Jl Jenderal Sudirman, Jl Jen Ahmad Yani, melalui Gedung Sate terus ke arah Cileunyi, Jatinangor.

Ciherang, menjelang Sumedang.

Bupati Sumedang Pangeran Kusumadinata IX atau Pangeran Kornel, mengadakan perlawanan. Banyak penduduk Sumedang tewas saat memapas cadas Ciherang. Ia mendatangi Daendels, menyalaminya dengan tangan kiri sambil tangan kanan memegang keris, sebagai tanda protes. Ruas Ciherang kini disebut Cadas Pangeran.

Di bawah (?seharusnya atas) jalan lama pemerintah sudah membuat jalan yang lebih landai yang keduanya bertemu di Desa Singkup (dari kata scoop atau sekop). Katanya saat itu sekop pertama kali diperkenalkan oleh Belanda.

Pada ruas ini di jalan agak mendatar sebelum puncak bukit ada Kampung Pamucatan, (sunda : tempat untuk melepaskan), pos pergantian kuda dan pelepasan kerbau beban.

Awalnya Jalan Raya Pos berakhir di Karang Sembung, 10 kilometer selatan Cirebon.Tanggal 5 Mei 1808 dalam perjalanan dari Bogor ke Semarang, Daendels memerintahkan para Bupati se Jawa meneruskan pembangunan Jalan Raya Pos tahap pertama Anyer Cirebon diteruskan sampai ke Jawa Timur.

Cirebon Semarang.

Di Semarang melewati Lawang Sewu (Kantor Pusat Jawatan Kereta Api Belanda), dan Jl Bojong (Jl Pemuda).
Waktu tempuh Semarang Batavia yang semula dua minggu dipersingkat menjadi 4 hari.
Jalan raya yang terutama sering digunakan sebagai jalan pengiriman pos antar kota di Jawa, didukung 1000 kuda dan pos pergantian tiap 10 kilometer, menyebabkan jalan ini di sebut Jalan Raya Pos.

Semarang

Gresik

Di Pati dan Demak jalan memotong Alun-alun Kota ditengahnya (mengubah tata kota dan kosmologi Jawa), menyurutkan kekuatan kosmis istana raja-raja. Di pecinan klenteng dibangun langsung menghadap air, sungai atau laut sebagai simbol kehidupan. Jalan yang diperlebar sebagai bagian jalan utama melalui tepat di depan klenteng. Klenteng Kwan Sing Bio, Tuban menghadap Jalan Raya Pos dan Laut Jawa.

Surabaya

Melalui kawasan jembatan merah, Jl Veteran terus ke selatan.
Penjara Kalisosok.

Wonokromo, Sidoarjo, Porong, Bangil, Pasuruan, Probolinggo, Kreaksaan, Besuki, Pasir Putih, Panarukan.

Bahasa Tulis

Salah satu surat tertua yang dibuat dalam bahasa Melayu, adalah surat Pangeran Ratu , Raja Banten kepada Raja Inggris, Charles I yang diperkirakan ditulis pada tahun 1629.1)

Hampir satu abad sebelumnya bahkan ditemui surat dari Sultan Abu Hayat dari Ternate yang disusun dan ditulis dalam bahasa dan tulisan Arab Melayu. Surat yang dibuat tahun 1521 dan 1522 ini ditujukan kepada raja Portugal. Dukumen ini (bagi wilayah Maluku?) dianggap sebagai dokumen pertama yang dikenal dalam tulisan Jawi.2)

1. Titik Pudjiastuti. Perang, Dagang, Persahabatan. Surat-Surat Sultan Banten, Jakarta. Yayasan Obor Indonesia, The Toyota Foundation, 2007.
2. Paramita R. Abdurachman. Bunga Angin Portugis Di Nusantara, LIPI, Yayasan Obor Indonesia. Jakarta 2008.

Minggu, 24 Januari 2010

Nyepi

Malam sebelum Nyepi.

Ogoh-ogoh diarak-arak.Ketidakbaikan bergulat dengan kebaikan.

Kemudian semuanya dimusnahkan.



Setelah itu sebuah pulau melakukan Nyepi.

Siang malam, semadi.



Sayang, cuma sehari

Sungguh,

Hati ini sepi.

Setelah ditinggal amati.

Hari ini, hingga setahun ke depan, siapa yang pasti?

Jembatan Cisokan




Jembatan Cisokan, dari arah Cianjur menghubungkan Desa Pangturunan dan Kota Kecamatan Ciranjang. Mungkin pada awal abad 19 itu Pangturunan jauh lebih berpenghuni dari pada Ciranjang.

Pos pergantian kuda dan jembatan yang pernah dijadikan objek foto dan lukisan sudah tidak berbekas.



Pos Cisokan, sebelum 1880 (Woodbury & Page)

Dua jembatan yang lebih baru dibuat semakin ke atas. Jembatan pertama sudah tidak terpakai lagi, dan hanya bisa dilalui kendaraan beroda dua. Jembatan terbaru (1971) merupakan jembatan yang dipergunakan saat ini.








Jalan Raya Pos lama dari arah sungai menuju ciranjang, yang menyusuri tebing, sudah ada yang dimanfaatkan oleh penduduk setempat sebagai kolam ikan. Sebagian aspal bahkan hanya disisakan selebar jalan setapak dekat bahu jalannya sebagai tempat laluan sepeda motor.

Begitulah, Jembatan-Jembatan Di Jalan Raya Pos lama : mencari titik pada tebing yang paling berdekatan, sehingga akan didahului jalan berliku menyusuri tebing hingga biasanya mencapai posisi jarak tebing terdekat dan biasanya pula dekat ke permukaan air sungai, posisi bangunan jembatan didirikan tegak lurus tebing sungai. Jembatan yang lebih baru, biasanya asal jalannya bisa lebih lurus, dengan kemajuan teknologi, yang lain mengikuti.

Satu contoh lagi di jalur Cianjur Bandung ini adalah Jembatan Rajamandala.

Raja Ali Haji


Bahasa tidak meninggalkan raga.



Tidak. Pekuburan ini juga.

Kamis, 21 Januari 2010

Teluk Saleh, Sumbawa

Sumbawa, pulau berstepa dan berpanjang pantai.

Berkunjung di musim panas, memberi kesan kekerasan.Tapi, di beberapa tikungan dapat ditemui pemandangan yang mengesankan.



Pemandangan pantai ke arah Teluk Saleh


Serang Batavia

Jalan raya yang menghubungkan Serang ke Batavia, melalui Tangerang, merupakan jalan raya utama yang merupakan urat nadi perekonomian di kawasan ini.

Perjalanan di Jalur ini melewati kota tangerang yang kala itu sudah cukup berkembang. Selanjutnya melalui jalan Daan Mogot memasuki Jakarta, melalui Jalan Tubagus Angke sebagai jalan utamanya yang langsung menuju ke Pintu Kecil yang merupakan pinggir Markas VOC dan pusat kegiatan perekonomian Batavia.

Jalan Daan Mogot yang langsung menuju kawasan Harmoni, melalui Grogol, diakatakan juga sebagai bagian dari Jalan Raya Pos. Jalan itu mungkin sudah ada dan dikembangkan bersamaan pembangunan kawasan Gambir - Monas yang dikembangkan pada masa Daendels.

Setelah ratusan tahun dikembangkan, jalan raya Serang Jakarta ini cukup menanggung beban yang kian berat. Hampir di tiap pasar-pasar di tingkat kecamatan berlokasi di sepanjang jalan ini, selalu dipadati dengan angkutan umum. Industri-industri disekitarnya menambah beban dengan alat transportasi yang lebih besar. Jadilah ruas jalan ini sebagai bagian dari kemacetan yang tak henti sepanjang hari. Namun, bagi pengguna jalan yang bepergian antar kota di sepanjang jalur ini, penggunaan jalan tol Jakarta Merak merupakan pilihan sarana transportasi yang sangat membantu.

Alih-Alih


Ketika sedang melamun, alih-alih Lingga teringat seorang teman lamanya. Ya lamaaa sekali.

Dua puluh lima tahun yang lalu, seorang sahabat Lingga yang ahli bahasa, membahas “alih-alih” dengan Yus Badudu yang lebih ahli bahasa itu.

Teman : “Pak Badudu, ‘alih-alih’ itu bukan padanannya 'instead of' seperti yang bapak kemukakan itu Pak”.

Badudu : “Kok bisa?” sambil agak heran memandang teman saya yang sok ahli tadi.

Teman : “Menurut saya, pekerjaan (maksudnya mungkin kata kerja) yang disebutkan setelah kata ‘alih-alih’ itu, itulah yang terjadi. Tidak seperti ‘instead of’”.

Teman (masih terus) : “Alih-alih menangis, maksudnya ya orang itu menangis, bukan malah sebaliknya tidak menangis seperti yang diartikan pada kalimat ‘alih-alih menangis, ia tertawa’ yang artinya ia tertawa, ya kan?”

Badudu : “Dari mana kau tahu itu?”

Teman : “ Ya, dari saya Pak, dari bahasa ibu saya.”

Badudu : “Ah itu mungkin hanya dialek setempat. Tidak dapat diartikan bahasa Indonesia akan menerapkan hal itu.”

Teman : “Tapi Pak, ibu saya dari pulau-pulau Riau sana Pak, itu kan tempat ibunya bahasa Indonesia.”

Badudu (sambil agak bengong pada amatir bahasa itu) : “Tapi ‘alih-alih’ itu memang padanan kata ‘instead of’ dalam bahasa Inggeris.”

Lingga bengong aja.

Lalu, Badudu berlalu.

Lalu, Lingga jadi dikuliahi lebih lanjut oleh teman Lingga tadi.

“Alih-alih itu menunjukkan kejadian yang terjadi yang tidak diduga kejadiannya, yang kalau ada yang diharapkan, akan terjadi kejadian yang sesungguhnya yang akan bertentangan dengan yang diharapkan itu,” katanya.

“Si Ali alih-alih tertawa,” katanya lagi, dengan semangat lebih tinggi, “berarti, si Ali yang dalam situasi tidak harus tertawa, bahkan mungkin saat itu si Ali seharusnya menangis, tetapi ia malah tertawa seolah-olah tanpa sebab, yang agak aneh.”

Dia jadi lebih keras ketika Yus Badudu sudah tidak dihadapannya.

Alih-alih dalam pengertian teman saya tadi mungkin sepadan dengan kata kerja yang disebutkan sebelum kata ‘instead’ dalam bahasa Inggris, pikir Lingga. Jadi, mungkin : “A yang seharusnya tertawa, cry instead”. Jadi A menangis. Iya kan?

Nggak tau deh.

Yang jelas teman Lingga tadi. Akhirnya nggak tertawa, nggak menangis juga. Dia alih-alih diam termangu. (mungkin dia mau bilang begitu).

“Tapi”, kata Lingga, “Yus Badudu sesuai kamus lho?”

Begitulah, setelah itu, selama dua puluh lima tahun, Lingga selalu mengamati penggunaan kata ‘alih-alih’. Kayaknya kata ‘alih-alih’ jarang digunakan dalam bahasa ucap atau lisan kecuali oleh teman Lingga dan bahasa ibunya itu, barangkali. Dan juga orang-orang sedialek bahasa dengannya, tentu. Di media massa, kadang-kadang ada yang menggunakan, sesuai dengan pengertian Yus Badudu, juga ada, sekali-sekali, yang menggunakan sesuai dengan pengertian yang diguanakan teman Lingga tadi.

Tidak banyak memang yang menggunakannya. Sejauh ini, jumlah pengguna, yang sependapat dengan Yus Badudu (dan begitu juga pengertian dalam kamus-kamus) masih lebih unggul dari jumlah yang menggunakan sesuai dengan pengertian sobat Lingga. Telak juga sih.

Sepertinya, sesuai akhir penutupan kuliah bahasa oleh teman Lingga dua puluh lima tahun yang lalu itu, ia masih belum mau kalah rupanya, “Alih-alih,” katanya, “harus tetap seperti maunya ibu saya, dengan atau tanpa kamus”

Lho, kok? Ya, nggak apa-apa dah asal sama-sama ngerti.

Alih-alih Lingga teringat sesuatu. Siapa ya yang bisa bantu membahas : “Sebabnya”, “Soalnya”, “Pasalnya”, “Habisnya”.

Ulele, Desember 2004

Yang hening, mengharubiru .....

Ulele, Desember 2004

Cilegon Serang Lewat Banten


Jalan Raya Pos menghubungi Anyer hingga Serang tepat pada pusat kota, Alun-alun, Mesjid dan Pendopo Kota Cilegon saat ini.

“Dari Cilegon membelok ke timur laut menuju alun-alun bekas Istana Sorosowan, Banten Lama.”

Kira-kira, dari Cilegon Jalan Raya Pos, menyusuri jalan raya Cilegon Serang yang ada saat ini, kemudian membelok ke timur laut ketika mencapai Kota Kecamatan Kramatwatu. Kramatwatu hingga Banten lama jalan tersebut melewati Tasik Ardi, dan menyusuri sisi barat kota Banten Lama menuju Pecinan Lama dan Benteng Speelwijck.

Dari Tasik Ardi, ada juga jalan lurus yang menuju langsung ke Surosowan. Pada jalan yang sekarang berupa jalan tanah ini, dulu dibangun sejajar dengannya jalur air (semacam aquaduct) yang mengalirkan air dari Tasik Ardi untuk keperluan Istana Surosowan. Bukan tidak mungkin jalan ini juga merupakan jalan utama pada 1808.



Ada juga yang mengatakan Jalan Raya Pos dari Alun-alun Serang langsung mengarah ke Banten lama kea arah Benteng Speelwijck melalui dekat stasiun kereta api Kramatwatu. Jalan raya ini kemudian terpotong oleh pembangunan jalan tol, dan pengembangan infrastruktur jalan lainnya.
Kesultanan Banten pada tahun 1808 sudah berkembang selama hampir 300 tahun. Perkembangan kota dan jalan-jalan raya di sekitarnya telah lebih terbangun merata, tidak hanya di Kota Banten. Bahkan pada 1802 kota Serang telah berpenduduk lebih banyak dari penduduk yang ada di Kota Banten.
Sejak tahun-tahun awal 1800 inilah kerajaan dan Kota Banten mengalami penurunan, istana-istana dihancurkan Belanda, sultan-sultan dimakzulkan, VOC diganti dengan pemerintahan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Residen diperkenalkan, dan kemudian berkantor di Serang. Dengan segala pergolakannya yang tak henti, Banten kian memudar. Jalan Raya Pos yang melewatinya juga kehilangan keutamaannya.
Dari sisi timur Kota Banten Lama, Pelabuhan Benten yang utama (sekarang Pelabuhan Karang Antu) Jalan Raya Pos langsung menuju ke Selatan. Langsung pula menembus jantung Kota Serang di Alun-alun Kota.
Sepanjang ruas jalan yang penuh dengan situs-situs sejarah kejayaan Banten, terutama makam-makam para pengeran dan rajanya, sekarang tidak lagi merupakan jalan ekonomi utama. Ruas jalan dari Cilegon yang langsung menuju Serang lebih banyak dipergunakan sebagai jalur ekonomi. Pembangunan jalan Tol Merak Jakarta lebih mengurangai arti Jalan Raya Pos sebagaimana semula dimaksudkan pada saat pembangunannya.
Ya, kira-kira gitu deh.

Ta Marbutah?

Huruf ta yang disebut ta marbutah pada akhir kata dalam bahasa Arab dialihaksarakan menjadi h dan t dalam bahasa Indonesia. Pemilihan pengalihan kata dapat membarikan arti eksklusif (?) atau inklusif (?). Contoh : jemaah haji, jemaat Kristen, rumah ibadah, rumah ibadat, ibadah umrah, ibadat sabda, berkah, berkat.

Ini juga salah satu sebab mengapa Partai Amanat Nasional tidak diberi nama Partai Amanah Nasional, dan Kompas beranak judul Amanat Hati Nurani Rakyat.

Tetapi ada juga yang dialihbahasakan hanya dengan t, seperti : istirahat, hakikat, umat. Atau, hanya dengan h, seperti : mukadimah, musyawarah, majalah, masalah, nafkah. Tetapi, MPR kependekan dari Majelis Permusyawaratan Rakyat, bukan Majelis Permusyawarahan Rakyat, dan kita akan memusyawarahkannya bukan memusyawaratkannya.

Katanya sih begitu.

Dicuplik dari kolom Bahasa Kompas, 23 Nov 2007. oleh Jos Daniel Parera.

Tanjung Kelayang



Tanjung Kelayang, Belitung.




Kalau siang panasnya bukan main.Untuk yang suka pantai dan makanan laut, lumayan juga.

Anyer, 5 Januari 1808

Tertulis : “Herman Willem Daendels mendarat di Anyer 5 Januari 1808.”Berawal dari Anyer. Tepat dua ratus tahun yang lalu. Dari mana ia datang, dimana ia mendarat?










Lukisan Pantai Anyer (Charles William Meredith van de Velde, digambar antara tahun 1843 - 1845.





Anyer, saat ini merupakan kota Kecamatan Anyar, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Seperti kota tua lainnya, pemukiman didirikan di sekitar muara sungai. Pemukiman penduduk pada masa itu, barangkali hanya ada di sekitar muara sungai kecil di utara pasar Anyer saat ini. Di situ kini ada Kantor Pelabuhan, dan Tempat Pelelangan Ikan. Di bagian selatan pasar dibatasi pula oleh sebuah sungai yang lebih kecil lagi.





Pada bulan Januari 1808, laut selat Sunda tidak begitu tenang (seperti umumnya keadaan laut pada akhir hingga awal tahun berikutnya). Berkemungkinan besar Daendels mendarat dengan sekocinya di muara sungai ini, pada sebuah kampung kecil Anyer dan memulai perintahnya, melebarkan dan membangun jalan raya dari Anyer ke Panarukan. Ruas jalan Anyer Cilegon ruas pertama yang dilebarkan hingga 7 meter (7,5 meter).





Landmark Anyer ketika itu adalah sebuah Mercu Suar, 5,4 km di selatan perkampungan Anyer. Pasti sudah ada jalan mengarah ke Mercu Suar pada saat itu. Oleh sebab itu, mungkin, seolah ada kesepakatan (oleh siapa?) yang menyatakan bahwa Jalan Raya tersebut penghitungan awal pelaksanaannya berlokasi di tapak Mercu Suar tersebut. Mercu Suar ini sudah ada pada tahun 1883. Tetapi apakah ia sudah dibangun pada 1808?. (Ada yang bilang dibangun Portugis tahun 1802).





Perlu diingat bahwa semua bangunan di ruas jalan raya Anyer-Cilegon yang berbatasan atau dekat dengan laut, termasuk Menara Suar di selatan Anyer itu, musnah dilanda tsunami akibat meletusnya gunung Krakatau pada Agustus tahun 1883. Kalau membandingkannya dengan yang terjadi di Aceh 2004, tidak bisa dibayangkan akibatnya pada lingkungan jalur jalan ini. Karena, tsunami yang diakibatkan letusan krakatau, katanya, jauh lebih besar. Di bekas tapak mercu suar lama itulah dibuat sebuah tugu Kilometer 0, Anyer-Panarukan (dan diberi angka tahun 1806 (belum tahu tahun apa yang dimaksud?). (Disebelah tapak suar lama itu ada juga tapak fondasi suar sementara yang dibangun 1884, sebelum diganti dengan suar Cikoneng 1885 yang permanen).











“0 KM, ANYER PANARUKAN, 1806 (?).






”Kini, Mercu Suar “Cikoneng”, yang dibangun pada tahun 1885, 100 m di barat bekas fondasi mercu suar yang lama menjulang setinggi 61 meter, menjadi salah satu landmark Anyer. Begitupula, pembangunan dan tata ruang kota Anyer, disusun dan pembangunan selanjutnya dilakukan setelah musibah Agustus 1883 itu.










Suar Cikoneng






Dari fondasi Mercu Suar lama, KM 0, Jalan Raya Pos langsung mengarah ke Anyer. “Menyusuri dan mengamati jalan di perkampungan Anyer, boleh dikatakan bahwa jalur Jalan Raya Pos 1808, berada pada jalur jalan yang ada di tengah perkampungan itu (lihat peta) (apa iya?)”.








Pengembangan pembangunan sampai 200 tahun setelahnya, menggeser jalan tersebut kepada jalan yang ada sekarang. Kemudian ruas ini berlanjut hingga Cilegon. Pembangunan rel kereta api yang berpotongan dengan ruas jalan pada jalur jalan ini, juga menggeser letak asli jalan seperti kita temukan pada berbagai perpotongan jalan raya dan rel kereta api. Kira-kira begitu deh.





Sejak itu, perjalanan darat di Pulau Jawa mulai mengalami perubahan.




Lain Pulau Lain Artinya



Kata-kata dalam bahasa daerah di Belitung mirip dengan bahasa Indonesia baku tetapi ada perbedaan utama dalam penggunaan huruf yang sangat khas. Orang Belitung menggunakan huruf “I” pada kata dalam bahasa Indonesia yang menggunakan huruf “E”. Dan sebaliknya mereka menggunakan huruf “I” bagi kata yang menggunakan “E” dalam bahasa Indonesia.



Jadi “Bensin” pada bahasa Indonesia menjadi “Binsen” pada bahasa Belitung.



Pada gambar kampanye kebersihan berikut ini tulisan “De”, bermakna “Di”






Di Kalimantan Selatan bacaan huruf "E" tidak diubah. Mereka nyaris membuang sama sekali huruf “E”, dan begitu pula huruf “O”. Dalam bahasa Banjar sehari-hari hampir tidak terdengar huruf “E” atau “O” diucapkan. “E” menjadi “A”, dan “O” menyerupai “U”. “Kemana” jadi “Kamana”, dan “Motor” kedengarannya seperti “Mutur”. Kata “Pinter” yang agak keliru, diucapkan jadi jadi benar “Pintar”.



Lain lagi halnya di Sulawesi Selatan. Dialek di sana mengucapkan “N” dengan lafal “NG”, dan tulisan “NG” diucapkan seakan-akan “N”. Sehingga “Ikan goreng” dibahasakan “ikang goren”. “Kolang-kaling” dibaca seolah-olah “Kolan-kalin” dan “Jalan pada bolong” menjadi “Jalang pada bolon”.



Apa iya? Iya-lah.

Rabu, 20 Januari 2010

Rinjani


Foto ini seperti gambar yang ada pada uang rupiah pecahan Rp 5.000,00 tahun 1990









Lokasi di Plawangan Bayan, Lombok. Diperlukan perjalanan sehari penuh untuk mencapai lokasi. Tapi kata orang sepadan dengan pemandangannya.