Kamis, 21 Januari 2010

Alih-Alih


Ketika sedang melamun, alih-alih Lingga teringat seorang teman lamanya. Ya lamaaa sekali.

Dua puluh lima tahun yang lalu, seorang sahabat Lingga yang ahli bahasa, membahas “alih-alih” dengan Yus Badudu yang lebih ahli bahasa itu.

Teman : “Pak Badudu, ‘alih-alih’ itu bukan padanannya 'instead of' seperti yang bapak kemukakan itu Pak”.

Badudu : “Kok bisa?” sambil agak heran memandang teman saya yang sok ahli tadi.

Teman : “Menurut saya, pekerjaan (maksudnya mungkin kata kerja) yang disebutkan setelah kata ‘alih-alih’ itu, itulah yang terjadi. Tidak seperti ‘instead of’”.

Teman (masih terus) : “Alih-alih menangis, maksudnya ya orang itu menangis, bukan malah sebaliknya tidak menangis seperti yang diartikan pada kalimat ‘alih-alih menangis, ia tertawa’ yang artinya ia tertawa, ya kan?”

Badudu : “Dari mana kau tahu itu?”

Teman : “ Ya, dari saya Pak, dari bahasa ibu saya.”

Badudu : “Ah itu mungkin hanya dialek setempat. Tidak dapat diartikan bahasa Indonesia akan menerapkan hal itu.”

Teman : “Tapi Pak, ibu saya dari pulau-pulau Riau sana Pak, itu kan tempat ibunya bahasa Indonesia.”

Badudu (sambil agak bengong pada amatir bahasa itu) : “Tapi ‘alih-alih’ itu memang padanan kata ‘instead of’ dalam bahasa Inggeris.”

Lingga bengong aja.

Lalu, Badudu berlalu.

Lalu, Lingga jadi dikuliahi lebih lanjut oleh teman Lingga tadi.

“Alih-alih itu menunjukkan kejadian yang terjadi yang tidak diduga kejadiannya, yang kalau ada yang diharapkan, akan terjadi kejadian yang sesungguhnya yang akan bertentangan dengan yang diharapkan itu,” katanya.

“Si Ali alih-alih tertawa,” katanya lagi, dengan semangat lebih tinggi, “berarti, si Ali yang dalam situasi tidak harus tertawa, bahkan mungkin saat itu si Ali seharusnya menangis, tetapi ia malah tertawa seolah-olah tanpa sebab, yang agak aneh.”

Dia jadi lebih keras ketika Yus Badudu sudah tidak dihadapannya.

Alih-alih dalam pengertian teman saya tadi mungkin sepadan dengan kata kerja yang disebutkan sebelum kata ‘instead’ dalam bahasa Inggris, pikir Lingga. Jadi, mungkin : “A yang seharusnya tertawa, cry instead”. Jadi A menangis. Iya kan?

Nggak tau deh.

Yang jelas teman Lingga tadi. Akhirnya nggak tertawa, nggak menangis juga. Dia alih-alih diam termangu. (mungkin dia mau bilang begitu).

“Tapi”, kata Lingga, “Yus Badudu sesuai kamus lho?”

Begitulah, setelah itu, selama dua puluh lima tahun, Lingga selalu mengamati penggunaan kata ‘alih-alih’. Kayaknya kata ‘alih-alih’ jarang digunakan dalam bahasa ucap atau lisan kecuali oleh teman Lingga dan bahasa ibunya itu, barangkali. Dan juga orang-orang sedialek bahasa dengannya, tentu. Di media massa, kadang-kadang ada yang menggunakan, sesuai dengan pengertian Yus Badudu, juga ada, sekali-sekali, yang menggunakan sesuai dengan pengertian yang diguanakan teman Lingga tadi.

Tidak banyak memang yang menggunakannya. Sejauh ini, jumlah pengguna, yang sependapat dengan Yus Badudu (dan begitu juga pengertian dalam kamus-kamus) masih lebih unggul dari jumlah yang menggunakan sesuai dengan pengertian sobat Lingga. Telak juga sih.

Sepertinya, sesuai akhir penutupan kuliah bahasa oleh teman Lingga dua puluh lima tahun yang lalu itu, ia masih belum mau kalah rupanya, “Alih-alih,” katanya, “harus tetap seperti maunya ibu saya, dengan atau tanpa kamus”

Lho, kok? Ya, nggak apa-apa dah asal sama-sama ngerti.

Alih-alih Lingga teringat sesuatu. Siapa ya yang bisa bantu membahas : “Sebabnya”, “Soalnya”, “Pasalnya”, “Habisnya”.

Tidak ada komentar: