Sabtu, 20 Juni 2015

Sabar Syukur, Syukur Sabar

  


Sering dikatakan. 



Kalau ditimpa musibah, bersabarlah.

Jika mendapat karunia, bersyukurlah.



Sekarang cobalah yang ini.



Dalam segala hal.

Musibah atau karunia.

Bersabarlah dengan penuh kesyukuran, dan bersyukurlah dengan penuh kesabaran.


Rabu, 17 Juni 2015

Dia, Bagimu


   

Tuhan membalas seketika?

Ketika menjahat, sandungan beruntun mendera diri. 
Hati dirundung galau tak henti. 
Tak henti.

Ketika berbuat baik, seketika muncul jalan keluar dari sesuatu masalah. 
Selanjutnya, mendapatkan lagi berbagai kebaikan demi kebaikan demi kebaikan yang hak yang sah.


Betul!!


Tetapi.

Jangan tertipu oleh apa yang engkau alami. 

Jangan menyimpulkan, meski yang engkau jalani terasa jelas.


Fikirkan.


Ingat sifat Sang Maha.

Ingat.

Wahai diri.

Balasan kejahatan, tidak ada yang tidak terhitung, banyak yang engkau tidak sadari. 
Lebih banyak lagi sandungan yang masih belum diperhitungkan. 
Jadi, mintalah ampunan. 
Lagi dan lagi.

Balasan kebaikan berlipat ganda, penuh kemurahan, berkelanjutan.
Meski semua kebaikan terasa sudah habis berbalas, mohon balasan lagi.
Minta anugerah, mintalah lagi. 
Lagi dan lagi.


Fikirkan lebih dalam lagi.


Ingat sifat Sang Maha.

Wahai diri.

Camkan!

Siapa yang tahu, hak yang tidak baik.
Siapa yang tahu, hak yang baik. 

Tidak ada.

Camkan!

Dia-lah penggenggam hak penentu yang tidak baik atau yang baik. 

Penentu untuk tidak menghukum. 

Penentu untuk menganugerahi.


Dia, bagimu.

Sabtu, 13 Juni 2015

Bekal Surga



Oleh : W.S. Rendra

Seringkali aku berkata,
Ketika semua orang memuji milik-ku...
Bahwa sesungguhnya ini hanyalah titipan
Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya

Tetapi... mengapa aku tak pernah bertanya :
Mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?

Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah...,
Kusebut itu sebagai ujian..., 
Kusebut itu sebagai petaka...,
Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah derita....

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku...,
Aku ingin lebih banyak harta..., 
Ingin lebih banyak mobil...,
lebih banyak popularitas 
dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan...,
seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika :
Aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, 
dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih,
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”,
Dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku.

Gusti..., 
padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk beribadah.
“Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"


(Puisi terakhir Rendra yang dituliskannya di atas tempat tidur Rumah Sakit)