Minggu, 29 April 2012

Tuhan?



1. Percaya deh.

Nietzsche bilang : "Tuhan sudah mati, jadi tidak ada kepentingan lagi dalam hidup ini, kehidupan menjadi untuk bukan apa-apa."

Dia juga bilang : "Tuhan tidak penting, tindakan manusialah yang membuatnya jadi penting."

Dia fikir, dengan pesatnya kemajuan teknologi, dan akal fikiran, kita sudah membunuh Tuhan kita sendiri. Sudut pandang manusia sudah jauh berubah. Misal. Kalau sekarang, kita bertindak tidak atas nama Tuhan. Sama aja kan dengan Tuhan itu tidak diperlukan, tidak penting-penting amat. Mati. Kita sudah membunuhnya.

Horee. Hidup kita...


2. Lainnya.

Dalam tahap lain. Ketika seseorang mulai berfikir begitu, ia menjadi takut sendiri, ia menentangnya, ia lebih suka menantang segala sesuatu, kecuali menghadapi ketidakbergunaan ke-tanpa-tujuan-an hidup. Hidup tanpa Tuhan.

Dalam bahasa Kierkegaard : 'Levelling'. Keadaan orang yang cuma diam, cuma mendengarkan nafasnya sendiri.

Ngapain.

Mending Tuhan hidup aja dah.


3. Mending?

Mending mana : Tuhan hidup tapi nggak ada. Atau, Tuhan mati tapi ada.


29 April 2012.

Rabu, 25 April 2012

Kucing Buta Dan Tikus Mati



Kadang.

Aku bagaikan kucing buta yang menangkap tikus mati.


Kebodohan?

Kemalasan?

Ketidakberdayaan?

Keberuntungan?


25 April 2012.


Jumat, 20 April 2012

Kelana



Segala sesuatu.

Semuanya.

Sedang menuju ke sesuatu.


Jangan pernah berfikir membenarkan sesuatu.

Lihat saja apa adanya.

Hingga akhir sampainya.



20 April 2012.

Sabtu, 14 April 2012

Letung, Pelabuhan Lama


Letung, sebuah kota kecamatan kecil.

Kecil.

Terpencil.

Bayangkan saja, seolah-olah ada suatu kampung yang hanyut dan terdampar di sebuah teluk, itulah Letung.

Terpencil di sudut Pulau Jemaja dalam jajaran Kepulauan Anambas tepat di pusat bentangan Laut Tiongkok Selatan yang sungguh-sungguh luas.


Sebuah pelabuhan tua, yang alur jalan masuknya melingkar-lingkar rumit berkarang, menjadi pintu masuk utama pengunjung kesana.

Sangat berbahaya.

Terlebih jika air laut sedang pasang naik. Semua karang dan batu tertutup air. Permukaan teluknya menjadi tenang tak terduga, menjadikan pelabuhan itu bagai sebuah perangkap bagi pelaut yang belum pernah melayarinya.

Namun.

Keadaan alam dan lingkungannya membuat kota kecil ini menjadi sebuah tempat yang nyaman.

Suasananya sangat tenang, teristimewa di awal pagi.

Segar menenangkan.




Apalagi awal April. Setelah hari-hari Sembahyang Kubur, atau Ceng Beng, menurut kepercayaan Cina, Laut Tiongkok Selatan yang semula bergelora oleh angin barat yang bertiup membawa badai bagai tak ada habisnya sejak awal tahun, seketika, mulai menjadi tenang.

Tenangnya laut seperti air dalam talam.

Inilah kota kecil yang nyaman, teristimewa di awal pagi, bulan April.

Segar menenangkan.

Seperti itulah keadaannya.




Pada suatu pagi yang tenang.

Ada sebuah perahu kecil, pong-pong istilah di pulau ini, datang dari kampung di pulau seberang. Datang seperti pong-pong biasa, dengan suaranya yang khas, kemudian merapat di pelabuhan. Di atas deknya seorang wanita tergeletak dipegang beberapa orang, terlihat sangat tenat.

Ada orang sakit, kata seseorang.

Hamil, kata yang lainnya.

Kesampok (kerasukan), tak sadarkan diri, timpal yang lainnya.

Tentu saja orang-orang yang biasa mangkal di dermaga segera mencari tahu keadaannya, siap membantu.

Apa lagi yang lebih baik yang dapat mereka kerjakan di pagi tenang ini selain berbuat baik.

Lagi pula kesempatan berbuat baik di kota kecil ini agak terbatas.

Ini kota kecil.

Ya kan.

Begitulah masyarakat berinterkasi.


Seolah terorganisir, bantuan bekerja.

Di atas dermaga, seseorang terlihat tegang dan sibuk, katanya sedang berusaha menghubungi ambulan satu-satunya yang ada di pulau itu. Ia terlihat putus asa, dan bersungut-sungut. Entah karena ambulan yang biasanya berkeliaran kian kemari itu memang punya kebiasan mogok ketika dibutuhkan, atau, sopir, yang suka berlagu seolah-olah pemilik ambulan, masih tertidur di pagi tenang itu.

Pagi itu memang agak sejuk, dan masih terlalu pagi untuk bangun dan berangkat kerja.

Ambulan itu tidak pernah terlihat.


Biasanya ambulan dinas pemerintah, entah kenapa, bekerja hanya sesuai dengan jam kerja.

Aneh memang, tapi begitulah keadaannya.

Di kota kecil seperti ini, ambulan seharusnya tidak mempunyai jam kerja. Bukan malahan tidak bekerja sama sekali.

Agak keterlaluan memang.

Tapi ya tidak apa-apa.

Pulau sekecil ini mungkin tidak memerlukan ambulan sama sekali.


Namun demikian.

Sekilas mengamati keadaan.

Di kota setenang ini, kejadian seburuk yang dibayangkan agak mustahil terjadi. Gerutuan dan kejengkelan, hanya cetusan ketidakberdayaan semata.

Memandang baik masyarakat kecil di kota nyaman ini, dapat dipastikan ketidakhadiran ambulan memang disebabkan hal-hal diluar kemampuan manusianya. Bukan kesengajaan.


Sementara itu, di atas perahu.

Seorang setengah baya, gemuk, berjanggut keputihan, terlihat memijat-mijat jari tengah kaki sang sakit, sambil merapal mantera. Entah apa yang dibacakannya. Ia berlaku bak seorang bomoh sedang mengusir roh yang dipercaya sedang mersuki wanita itu. Namun kelihatannya usahanya sia-sia. Sang wanita bahkan menjadi sadar karena kesakitan dan meronta-ronta sekuat sisa tenaganya.

Seorang pemuda lain memperkeras genggamannya padi kaki lain wanita itu.

Seorang wanita lain, mungkin sudara si sakit, menahan bahu.

Hasil akhir, sang wanita yang semula terkulai lemas, malah terlihat bertambah kuat. Dengan mata beringas, mulut menyumpah, tapi wajah meringis sakit.

Hamilnya terlihat sudah cukup tua.

Seseorang berpendapat, kalau seorang waniyta hamil, darahnya manis, itulah sebabnya para hantu dan roh jahat menyenanginya. Dengan sangat serius ia menganjurkan dianjurkan untuk memasukkan gunting kecil dan beberapa siung bawang merah dalam sebuah kantung kecil dan senantiasa disimpan oleh sang hamil dalam sakunya. Hantu dan roh tidak akan berani mencoba mendekati darah manis, katanya.


Usaha gigih, orang-orang di dermaga untuk mendatangkan ambulan tidak mendatangkan hasil.

Ada yang mengusulkan agar supaya merka mencari apa saja yang bisa mengangkat si sakit.

Mereka berusaha lebih gigih lagi.

Akhirnya datang sebuah mobil pick-up. Dengan lampu dinyalakan, melewati jalan di depan Pasar Pagi yang sedang ramai.



Di kejauhan, mobil itu menunjukkan bahwa ia kelihatan penting, tetapi diabaikan oleh orang-orang yang sedang berlalu lalang. Mereka memang tidak menyadarinya, apalagi semua sedang sibuk bersegera beberbelanja kue-kue untuk sarapan. Akibatnya sang mobil berjalan seperti orang sakit kaki yang sedang tergesa.

Satu hal lagi, mobil itu tidak bernomor kendaraan, nampaknya di kota ini tidak diperlukan STNK.

Sopirnya terlihat serius ingin cepat membantu tapi terlihat acuh, kombinasi yang agak aneh bagi seorang yang seharusnya bertugas sebagai pemberi pertolongan pertama.

Disupiri siapa saja sebenarnya tidak menjadi masalah asalkan mobil dapat berfungsi.

Ada yang bilang itu mobil angkutan sampah. Ada yang bilang bukan, itu mobil angkutan bahan bangunan. Tapi bak terbukanya yang berlapis tripleks cukup bersih, jadi, tidak apa-apa dapat dijadikan pengganti ambulan.



Pick up ambulan akhirnya tiba.

Sang sakit, digulung dalam sebuah sarung sehingga membuatnya tak berdaya, diusung beberapa orang. Hup naik ke dermaga, terus ke bak belakang Pick up. Beberapa orang menyertainya. Si gemuk yang masih terlihat yakin bahwa sang sakit kerasukan roh, masih terus berusaha membantu mengusir roh yang diyakininya telah merasuk. Bahkan manteranya diperkeras dan agak melewati batas dengan tambahan bacaan Quran. Jadi aja sang pick up yang katanya meluncur ke rumah sakit itu berlalu dengan gema takbir seolah pagi idul fitri. Tapi karena yang bertakbir hanya satu orang, takbir tanpa lagu, jadi terlihat canggung.




Katanya ada rumah sakit.

Mudah-mudahan saja rumah sakitnya masih ada, dan si sakit sampai di sana.

Setelah semua berlalu, keadaan menjadi tenang seperti sediakala.

Seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Tidak ada.

Tak ade.


Ketika seseorang yang baru datang dan melihat ujung kejadian itu bertanya pada teman lain yang sudah ada disitu terlebih dahulu, menanyakan : 'ade ape?.

Dijawab : 'tak ade'.

Dalam bahasa Melayu di daerah ini, hampir seluruh pertanyaan yang tidak mau dijawab lebih lanjut, atau untuk memutus keingintahuan, atau alat mengalihkan bahan pembicaraan, akan dijawab dengan kalimat 'tak ade.'

Jadi.

Tak perlu bertanya lagi.

Atau, alihkan pembicaraan.

Atau, diam saja.

Nikmati pemandangan alam pagi yang hangat itu.

Ketika laut tenang bak meja tertutup taplak beludru. Duduk di pelabuhan Letung di pagi indah dan segar ini, waktu bisa seolah terhenti.

Tak ada apa-apa, tak ade.

Aduh tenangnya.


Tidak mengherankan kalau ada seorang wanita yang betah berlama-lama duduk disitu, menikmatinya setiap saat, hari demi hari, mungkin akan seumur hidupnya.

Kalau dalam beberapa bulan ke depan ada yang mengunjungi Letung, di pelabuhan lama akan dapat menemukan wanita itu. Duduk diam, tak terpengaruh. Seolah tenggelam dalam damai.

Hmm.






Hanya sayangnya, kata orang disitu, sang wanita agak kurang ingatan.

Tapi kan kita tidak mengetahui ketenangan apa yang ada di benaknya.

Memang, kadang-kadang ia berbicara sendiri menyuarakan lamunannya, dengan kata-kata bak puisi yang hanya ia sendiri yang memahaminya.

Tetapi. Bukankah ia sedang menghibur dirinya sendiri, maka biarkanlah.


Kenapa pergi terasa lama, dan pulangnya terasa lebih cepat?

"Macam kalau pegi semue nego, dah balek tu tak ade lagi yang nego, jadi cepatlah sampai."

13 April 2012.
bomoh = dukun.
nego = sapa, menyapa.

Rabu, 04 April 2012

Orang Terkaya Di Babilonia



'Uang banyak sekali', kata Arkad, 'bener lo, banyak banget uang bagi mereka yang mengerti cara sederhana untuk memperolehnya.'

Caranya : (ringkasan ini memerlukan penjelasan lanjut, baca buku ceritanya kalau mau mencari tahu).

Cara mengumpulkan uang :

1. Start thy purse to fattening
2. Control thy expenditures
3. Make thy gold multiply
4. Guard thy treasures from loss
5. Make of thy dwelling a profitable investment
6. Insure a future income
7. Increase thy ability to earn

Bukan nasib baik.

Jangan percaya dengan nasib baik.

Berusahalah.

Itu kata Arkad

Arkad bilang : 'Mungkin Dewi Keberuntungan, yang membawa nasib baik itu, akan benar-benar menolong kita, kalau kita tidak terlalu mempercayainya.'

Berusahalah dan patuhi lima hukum emas milik orang Babilonia (ringkasan ini juga memerlukan penjelasan lanjut, baca bukunya kalau mau mencari tahu lebih mendalam).

Lima hukum emas :

1. Emas datang pada orang yang menabung sepersepuluh dari penghasilannya.
2. Emas akan bekerja keras bagi orang yang bijak memberinya pekerjaan.
3. Emas nggak mau pergi dari orang yang menjaganya dengan baik, dan mempekerjakannya dengan hati-hati.
4. Emas akan meninggalkan orang yang tidak mengetahui dan salah menempatkannya atau menempatkannya tanpa nasihat ahlinya.
5. Emas akan lari apabila disuruh bekerja melampaui batas kemampuannya.

Mudah-mudahan, emas akan bekerja, menjaga kita, dan membawa kita ke kesejahteraan dengan hukum-hukumnya.

Dewi Keberuntungan pasti akan memberikan bantuan, justru ketika kita tidak mempercayainya.

Kayak Tuhan juga, mau percaya mau nggak pada Tuhan, semua orang diberikan pertolongan.

Itu sudah diajarkan pada masyarakat Babilonia, 8000 tahun yang lalu.

Ya, kita sudah mengetahuinya.

Ngomong emang gampang.

Masalahnya, bagaimana menjalankannya.

Ya, lakukan aja, nggak susah-susah amat.



Catatan :
Dikutip dari 'The Richest Man In Babylon.' George S Clason. Arkad adalah salah seorang orang terkaya di Babylonia dalam buku cerita itu.